Kehidupan Kristen | 10 Agustus 2023
Apa Arti Memiliki Hati Nurani yang Baik dan Mengapa Hal Ini Sangat Penting
        
Tampaknya semakin jarang kita mendengar kata “hati nurani” saat ini. Orang-orang hanya memutuskan apa yang baik dan apa yang buruk berdasarkan pandangan mereka sendiri, dan hati nurani sepertinya tidak menjadi faktor sama sekali. Tetapi Allah tidak menginginkan kita hidup dengan cara tersebut, terutama setelah kita diselamatkan. Pada akhirnya, Ia menciptakan kita dengan hati nurani, yang memiliki peran sangat penting dalam kehidupan kita baik sebelum maupun setelah kita menerima Tuhan.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk melihat apa yang Alkitab ungkapkan tentang hati nurani, dan mengapa memiliki hati nurani yang baik begitu krusial dalam hubungan kita dengan Tuhan.

Dalam tulisan blog ini, kita akan membaca beberapa ayat kunci dan catatan studi dari Alkitab dengan catatan kaki versi pemulihan tentang subjek penting ini.

Apa itu Hati Nurani?
Pertama, mari kita berbicara mengenai apa itu hati nurani. Banyak ayat dalam Alkitab berbicara tentang hati nurani. Setiap manusia, baik yang telah diselamatkan maupun yang belum, dan terlepas dari budaya, etnis, atau latar belakang mereka, memiliki hati nurani. Tuhan menciptakan kita dengan hati nurani agar kita tahu apa yang benar dan yang salah, apa yang Dia setujui dan apa yang Dia hakimi.

Roma 2:14 dan 15 berkata:

“Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat. Sebab dengan itu mereka menunjukkan bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela.”

Mengenai kata dorongan dalam ayat 14, Alkitab dengan catatan kaki versi pemulihan (catatan 1) mengatakan:

“Sifat manusia, yang diciptakan oleh Allah, pada mulanya baik dan sesuai dengan Allah dan dengan hukum Taurat-Nya. Meskipun kemudian diracuni oleh kejatuhan, sifat yang baik itu tetap ada di dalam manusia. Karena itu, jika seseorang hidup berdasarkan sifatnya dan demi sifatnya melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, kejahatan di dalamnya akan dibatasi.”

Sekarang, marilah kita membaca catatan 1 pada ayat 15 mengenai suara, yang menjelaskan hubungan antara sifat yang diciptakan Allah dengan hati nurani:

Hati nurani manusia bersesuaian dengan sifat manusia ciptaan Allah dan membuat manusia dapat mengenal apa yang dibenarkan Allah dan apa yang dihakimi Allah.”

Melalui hati nurani mereka, orang dapat merasakan apa yang dibenarkan, atau disetujui oleh Tuhan, dan apa yang Dia hakimi. Bahkan tanpa mengenal Allah atau Alkitab, hati nurani mereka memungkinkan mereka untuk mengetahui yang benar dan yang salah.

Inilah cara seseorang mengetahui bahwa dia seorang berdosa.

Ketika kita masih belum diselamatkan, pada suatu saat kita mendengar Injil Yesus Kristus. Melalui kata-kata tersebut, hati nurani kita menghukum kita bahwa kita berdosa dan perlu diselamatkan. Jadi kita bertobat kepada Allah dan menerima Yesus Kristus sebagai Juru selamat kita.

Hati Nurani Kita Setelah Kita Diselamatkan
Ketika kita bertobat dan menerima Tuhan Yesus, Ia datang untuk tinggal di dalam kita, dan hati nurani kita menjadi lebih peka dan aktif daripada sebelumnya.

Penting untuk diketahui bahwa meskipun kita sudah diselamatkan, kita masih memiliki daging yang berdosa dan sifat yang jatuh. Ini berarti kita masih melakukan dosa meskipun kita memiliki niat baik. Hati nurani kita memberi tahu kita ketika kita telah menyakiti Tuhan dengan berdosa atau tidak taat kepada-Nya.

Untuk mengilustrasikan, hati nurani kita seperti detektor asap yang dipasang di dalam gedung. Jika ada kebakaran di gedung tersebut, detektor akan membunyikan alarm. Demikian pula hati nurani kita memberi tahu kita ketika kita telah melakukan sesuatu yang salah dan tetap diam saat Allah tidak memiliki masalah dengan kita.

Kita semua pernah mengalami “peringatan” ini dari hati nurani kita setiap kali kita melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan sifat kudus dan adil-benar Allah. Sebagai contoh, jika kita kehilangan kesabaran atau mengucapkan sesuatu yang tidak baik kepada seseorang, hati nurani kita menjalankan perannya untuk membunyikan alarm. Dan terlepas dari seberapa banyak kita mencoba menyanggahnya dengan alasan, hati nurani kita tetap menghakimi kita.

Sebenarnya ini adalah hal yang baik! Tanpa hati nurani kita memberi peringatan kepada kita, kita akan seperti gedung yang terbakar tanpa detektor asap. Kita akan tidak sadar ketika kita telah mendapatkan ketidaksetujuan Allah, dan hubungan kita dengan Tuhan akan terganggu.

Sama seperti kita perlu mengambil tindakan ketika kita mendengar detektor asap, kita perlu merespons, bukan mengabaikan peringatan dari hati nurani kita ketika kita telah melakukan sesuatu yang salah.

Hati Nurani yang Baik
Bagaimana kita merespons perasaan dari hati nurani kita menentukan apakah kita memiliki hati nurani yang baik atau tidak.

Ungkapan hati nurani yang baik digunakan dalam 1 Timotius 1:5:

“Tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas.”

Bagian dari catatan 3 pada ayat ini di Alkitab dengan Catatan Kaki versi Pemulihan menjelaskan apa itu hati nurani yang baik:

“Hati nurani yang baik adalah hati nurani yang tanpa tuduhan (Kis. 24:16).”

Catatan ini mengacu kepada Kisah Para Rasul 24:16, yang merupakan bagian dari kesaksian Rasul Paulus ketika dia dibawa ke hadapan Gubernur Feliks. Paulus menyatakan:

“Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia.”

Jadi hati nurani yang baik adalah hati nurani tanpa pelanggaran, yaitu hati nurani yang tidak menghukum kita karena menyinggung Tuhan.

Bagaimana kita bisa menyingkirkan tuduhan dalam hati nurani kita?
Jadi apa yang harus kita lakukan ketika hati nurani kita mengingatkan kita bahwa kita telah menentang Tuhan? Bagaimana kita bisa menyingkirkan tuduhan yang memperingatkan kita?

Hati nurani kita tentu tidak bisa ditenangkan dengan berbagai alasan. Dan dengan bertekad untuk menjadi lebih baik atau melakukan perbuatan baik juga tidak dapat mengalahkan atau menyingkirkan tuduhan pada hati nurani kita.

Hanya satu hal yang dapat sepenuhnya menghilangkan tuduhan itu dan memurnikan hati nurani kita: darah Kristus yang mustika.

Ibrani 9:14 berkata:

“terlebih lagi darah Kristus, yang melalui Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tidak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup.”

Hati nurani kita hanya dapat disucikan oleh darah Kristus. Untuk mengalami penyucian ini, kita harus mengakui dosa dan kesalahan kita kepada Allah. Saat kita mengaku, Allah segera mengampuni kita, dan darah Yesus membersihkan dosa kita. Allah dipuaskan oleh darah Yesus, dan kita dapat merasa damai karena kita memiliki hati nurani yang bersih.

Tentu saja, setelah kita mengakui dosa kita kepada Allah, kita juga perlu meminta maaf kepada siapa pun yang kita sakiti.

Mengapa memiliki hati nurani yang baik begitu penting?
Ketika kita menentang Tuhan, persekutuan kita dengan-Nya terputus, dan kita tidak lagi memiliki damai dengan Allah. Dan jika kita mengabaikan suara hati nurani kita, kita tidak dapat melanjutkan hubungan kita dengan Tuhan.

Dalam 1 Timotius 1:19, kita melihat pentingnya memiliki hati nurani yang baik dan konsekuensi yang serius jika kita tidak melakukannya:

“Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka,”

Di sini, Rasul Paulus mengatakan bahwa kita tidak hanya perlu berpegang pada iman tetapi juga hati nurani yang baik. Bagian pertama dari catatan 1 pada ayat ini menjelaskan:

“Iman dan hati nurani yang baik (lihat catatan 53) berjalan seiring. Bila ada pelanggaran dalam hati nurani kita, pasti terjadi kebocoran, dan iman kita akan bocor.”

Tak seorang pun dari kita ingin iman kita bocor. Karena iman dan hati nurani yang baik berjalan bersama, keadaan hati nurani kita mempengaruhi iman kita. Ketika kita membiarkan pelanggaran tetap tidak terselesaikan, iman kita bocor. Kebocoran ini pada akhirnya dapat menyebabkan kita kehilangan iman kepada Tuhan, bahkan sedemikian rupa sehingga iman kita menjadi “kandas”.

Catatan 2 tentang kandas menjelaskan artinya:

“Ini memperlihatkan kepada kita keseriusan penolakan iman dan hati nurani yang baik. Memelihara iman dan hati nurani yang baik adalah pelindung bagi kepercayaan dan hayat kristiani kita. Istilah kandas menyiratkan bahwa hidup kristiani dan hidup gereja sepertilah sebuah kapal yang berlayar di laut yang berbadai, perlu dilindungi oleh iman dan hati nurani yang baik.”

Penggunaan kata kandas oleh Rasul Paulus ini menunjukkan kepada kita betapa mengerikan akibat dari mengabaikan perasaan dari hati nurani kita. Kita tentu tidak ingin iman kita menjadi kandas. Ini merupakan perkara yang serius!

Jadi untuk berjalan bersama Tuhan dalam kehidupan kristiani kita, kita harus menjaga hati nurani yang baik dengan menjadi benar kepada Tuhan dan manusia. Dan ketika kita gagal, kita hanya perlu mengakui dosa kita agar kita diampuni dan dibersihkan, sehingga hati nurani kita tidak akan menuduh kita.

Puji syukur kepada Tuhan atas firman-Nya yang jelas di dalam Alkitab tentang hati nurani kita! Mari kita memperhatikan hati nurani kita dan belajar menjalani kehidupan kristiani kita dengan berpegang teguh pada iman dan hati nurani yang baik.

Jika Anda tinggal di Indonesia, Anda dapat memesan salinan gratis Perjanjian Baru dengan Catatan Kaki Versi Pemulihan di sini. Anda juga dapat mengunduh buku Ekonomi Allah secara gratis di sini. Kami sangat menyarankan untuk membaca bab 8 dan 10 untuk mempelajari lebih lanjut tentang pentingnya memelihara hati nurani yang baik dan cara melakukannya.