Kehidupan Kristen | 3 November 2023
Ucapkanlah Syukur Dalam Segala Hal
Mengucap syukur tampaknya merupakan hal yang sederhana. Kita mengajari anak-anak kita untuk mengucapkan, “Terima kasih,” ketika diberikan sesuatu atau ketika dibantu. Namun pada saat-saat tertentu dalam hidup kita, mengucap syukur kepada Tuhan bisa jadi sulit bagi kita. Dalam postingan kali ini, kita akan melihat rahasia mengucap syukur dalam segala hal dan bagaimana mengucap syukur adalah bagian penting dari pengalaman kita akan Kristus.
Sepanjang surat kirimannya, Paulus mendorong kita untuk mengucap syukur. Namun mungkin dorongan yang paling menantang terdapat dalam 1 Tesalonika 5:18:
“Dalam segala hal”—inilah tantangannya. Ketika kita menghitung berkat-berkat kita, kita bersyukur atas hal-hal yang telah Tuhan lakukan bagi kita dan suplaikan kepada kita. Maka kita dapat dengan senang hati mengucap syukur. Ini cukup mudah dilakukan. Namun kita akan lebih sulit bersyukur kepada-Nya ketika kita sepertinya sudah kehabisan berkat dan situasi kita tidak terlihat positif. Namun Paulus berkata mengucap syukur dalam segala hal adalah kehendak Allah bagi kita. Apakah Paulus berbicara berdasarkan teori atau berdasarkan pengalaman pribadi?
Maka ketika Paulus mengatakan “ucapkanlah syukur dalam segala hal,” ia tidak berbicara secara teori; ia berbicara tentang sesuatu yang benar-benar ia alami, bahkan dalam situasi yang paling buruk sekalipun. Kehidupannya menunjukkan bahwa mengucap syukur dengan tulus kepada Tuhan di tengah kondisi yang sulit adalah hal yang dapat dilakukan. Tapi bagaimana ia dapat melakukannya? Dan bagaimana kita bisa melakukannya? Apa rahasia Paulus?
Paulus memberi tahu kita rahasia hidup penuh dengan ucapan syukur, yakni dua kata dalam Efesus 5:20:
Rahasia mengucap syukur kepada Tuhan, bukan hanya pada saat senang tetapi juga setiap saat, tidak hanya atas hal-hal baik tetapi juga untuk segala hal, adalah dengan mengucap syukur “dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus.”
Dua catatan kaki dalam Alkitab dengan Catatan Kaki Versi Pemulihan dapat membantu kita memahami apa artinya mengucap syukur “dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus.” Catatan kaki 2 pada ayat di atas menjelaskan,
Dan catatan kaki 1 dalam Kolose 3:17, yakni ayat yang serupa, mengatakan,
Dapat bersyukur dalam segala hal bukanlah perkara filosofi, disiplin, atau bahkan watak yang baik. Rahasia menjalani kehidupan yang bersyukur adalah dengan memperhidupkan persona yang bersyukur—Yesus Kristus—yang kini adalah Roh di dalam roh kita.
Yesus Kristus menjalani kehidupan yang mengucap syukur dalam segala hal, dan Ia sekarang tinggal di dalam kita. Dalam diri kita sendiri, kita tidak punya cara untuk mengucap syukur dengan tulus kepada Allah atas segala hal, termasuk hal-hal yang menyusahkan, meresahkan, dan tidak menyenangkan. Untuk bersyukur kepada Allah atas hal-hal ini, atas segala hal, kita harus hidup oleh persona baru ini, oleh Kristus di dalam kita.
Namun kitab-kitab Injil juga mencatat bagaimana Yesus mengucap syukur dan memuji bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun. Misalnya, dalam Matius 11 Tuhan Yesus berbicara tentang bagaimana Ia telah berkali-kali ditolak oleh kota-kota yang Ia kunjungi. Dalam penolakan ini, Yesus menderita fitnah dari orang-orang yang ingin Ia selamatkan. Namun apa tanggapan-Nya? Yesus tidak mengeluh, meratapi keadaan-Nya yang buruk, atau mengasihani diri-Nya sendiri. Tidak. Dalam ayat 25-26, Ia justru berdoa seperti ini:
Betapa menakjubkannya pribadi Yesus! Di sini kita melihat Yesus justru memuji Bapa, mengakui kehendak-Nya dalam segala hal, termasuk penolakan dan fitnah. Ia mengucap syukur kepada Bapa dalam segala situasi dan atas segala hal.
“Hasil dari bersekutu dengan Allah dalam doa adalah kita menikmati damai sejahtera Allah. Damai sejahtera Allah sebenarnya Allah sendiri sebagai damai sejahtera (ay. 9) diinfuskan ke dalam kita melalui persekutuan kita dengan-Nya lewat doa, sebagai penyelaras terhadap kesusahan dan penawar kekhawatiran (Yoh. 16:33).”
Dalam diri kita sendiri, kita mungkin tidak bersyukur, meratapi keadaan kita, dan mengeluh kepada Allah dan kepada orang lain. Namun ketika kita berkontak dengan pribadi-Nya yang bersyukur, yaitu Tuhan Yesus sendiri yang tinggal di dalam roh kita, kita secara praktis bersatu dengan-Nya. Kita berada di dalam Dia, bukan di dalam manusia lama kita yang suka mengeluh. Kita kemudian mengalami persona-Nya sebagai persona kita, dan kehidupan bersyukur-Nya menjadi kehidupan kita. Kita hidup dan bertindak dalam persona Kristus dalam roh kita dan menikmati hayat-Nya di dalam kita. Maka secara spontan doa kita dipenuhi dengan pujian dan ucapan syukur kepada-Nya atas segala sesuatu.
Jika Anda tinggal di Indonesia, Anda dapat memesan salinan gratis Perjanjian Baru dengan Catatan Kaki Versi Pemulihan di sini untuk membaca semua ayat yang disebutkan dalam postingan ini, bersama komentar-komentarnya yang mencelikkan mata.
Paulus menasihati kita untuk mengucap syukur
Alkitab banyak mencantumkan mengenai mengucap syukur; kata “syukur” muncul dalam beberapa bentuk berkali-kali di dalam Alkitab. Dalam Perjanjian Baru, rasul Paulus menulis tentang mengucap syukur setidaknya 46 kali. Tentunya ia menjamah sesuatu yang khusus mengenai perkara ini.
Sepanjang surat kirimannya, Paulus mendorong kita untuk mengucap syukur. Namun mungkin dorongan yang paling menantang terdapat dalam 1 Tesalonika 5:18:
“Ucapkanlah syukur dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.”
“Dalam segala hal”—inilah tantangannya. Ketika kita menghitung berkat-berkat kita, kita bersyukur atas hal-hal yang telah Tuhan lakukan bagi kita dan suplaikan kepada kita. Maka kita dapat dengan senang hati mengucap syukur. Ini cukup mudah dilakukan. Namun kita akan lebih sulit bersyukur kepada-Nya ketika kita sepertinya sudah kehabisan berkat dan situasi kita tidak terlihat positif. Namun Paulus berkata mengucap syukur dalam segala hal adalah kehendak Allah bagi kita. Apakah Paulus berbicara berdasarkan teori atau berdasarkan pengalaman pribadi?
Rahasia Paulus
Kita tahu dari ayat-ayat seperti Kisah Para Rasul 16:24-25 dan Kisah Para Rasul 27:35 bahwa kehidupan Paulus bukanlah kehidupan yang bebas masalah dan penuh kemudahan. Ia mengalami karam kapal, dipenjarakan, dianiaya, dan dipukuli, namun ia penuh ucapan syukur atas segala keadaannya.
Maka ketika Paulus mengatakan “ucapkanlah syukur dalam segala hal,” ia tidak berbicara secara teori; ia berbicara tentang sesuatu yang benar-benar ia alami, bahkan dalam situasi yang paling buruk sekalipun. Kehidupannya menunjukkan bahwa mengucap syukur dengan tulus kepada Tuhan di tengah kondisi yang sulit adalah hal yang dapat dilakukan. Tapi bagaimana ia dapat melakukannya? Dan bagaimana kita bisa melakukannya? Apa rahasia Paulus?
Paulus memberi tahu kita rahasia hidup penuh dengan ucapan syukur, yakni dua kata dalam Efesus 5:20:
“Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita”
Rahasia mengucap syukur kepada Tuhan, bukan hanya pada saat senang tetapi juga setiap saat, tidak hanya atas hal-hal baik tetapi juga untuk segala hal, adalah dengan mengucap syukur “dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus.”
Dua catatan kaki dalam Alkitab dengan Catatan Kaki Versi Pemulihan dapat membantu kita memahami apa artinya mengucap syukur “dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus.” Catatan kaki 2 pada ayat di atas menjelaskan,
“Realitas dari nama Tuhan adalah persona-Nya. Berada dalam nama Tuhan berarti berada di dalam persona-Nya, dalam diri-Nya sendiri. Ini menyiratkan bahwa kita seharusnya menjadi satu dengan Tuhan dalam mengucap syukur kepada Allah.”
Dan catatan kaki 1 dalam Kolose 3:17, yakni ayat yang serupa, mengatakan,
“Nama menunjukkan pribadinya. Pribadi Tuhan adalah Roh (2 Kor. 3:17a). Melakukan banyak hal dalam nama Tuhan berarti bertindak di dalam Roh. Inilah yang dimaksud memperhidupkan Kristus.”
Dapat bersyukur dalam segala hal bukanlah perkara filosofi, disiplin, atau bahkan watak yang baik. Rahasia menjalani kehidupan yang bersyukur adalah dengan memperhidupkan persona yang bersyukur—Yesus Kristus—yang kini adalah Roh di dalam roh kita.
Yesus Kristus menjalani kehidupan yang mengucap syukur dalam segala hal, dan Ia sekarang tinggal di dalam kita. Dalam diri kita sendiri, kita tidak punya cara untuk mengucap syukur dengan tulus kepada Allah atas segala hal, termasuk hal-hal yang menyusahkan, meresahkan, dan tidak menyenangkan. Untuk bersyukur kepada Allah atas hal-hal ini, atas segala hal, kita harus hidup oleh persona baru ini, oleh Kristus di dalam kita.
Persona Yesus yang penuh ucapan syukur
Dalam kitab-kitab Injil, kita melihat contoh Yesus yang mengucap syukur. Kita sering melihat-Nya bersyukur kepada Bapa atas ketersediaan kebutuhan pokok yakni makanan dan karena Bapa mendengarkan doa-doa-Nya.
Namun kitab-kitab Injil juga mencatat bagaimana Yesus mengucap syukur dan memuji bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun. Misalnya, dalam Matius 11 Tuhan Yesus berbicara tentang bagaimana Ia telah berkali-kali ditolak oleh kota-kota yang Ia kunjungi. Dalam penolakan ini, Yesus menderita fitnah dari orang-orang yang ingin Ia selamatkan. Namun apa tanggapan-Nya? Yesus tidak mengeluh, meratapi keadaan-Nya yang buruk, atau mengasihani diri-Nya sendiri. Tidak. Dalam ayat 25-26, Ia justru berdoa seperti ini:
“Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa , Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.”
Betapa menakjubkannya pribadi Yesus! Di sini kita melihat Yesus justru memuji Bapa, mengakui kehendak-Nya dalam segala hal, termasuk penolakan dan fitnah. Ia mengucap syukur kepada Bapa dalam segala situasi dan atas segala hal.
Kita dapat bersyukur dalam segala hal
Paulus dapat bersyukur dalam segala hal karena ia bersatu dengan Yesus yang luar biasa yang tinggal di dalamnya dan sudah menjalani kehidupan yang bersyukur dalam segala situasi. Dan karena Paulus tahu bahwa semua orang percaya memiliki Kristus di dalam diri mereka, ia yakin dalam menasihati kita untuk melakukan hal yang sama. Kita pun bisa mengucap syukur dalam segala hal dengan bersatu dengan Tuhan yang diam di dalam kita, mengucap syukur dalam nama-Nya, dalam persona-Nya.
“Hasil dari bersekutu dengan Allah dalam doa adalah kita menikmati damai sejahtera Allah. Damai sejahtera Allah sebenarnya Allah sendiri sebagai damai sejahtera (ay. 9) diinfuskan ke dalam kita melalui persekutuan kita dengan-Nya lewat doa, sebagai penyelaras terhadap kesusahan dan penawar kekhawatiran (Yoh. 16:33).”
Dalam diri kita sendiri, kita mungkin tidak bersyukur, meratapi keadaan kita, dan mengeluh kepada Allah dan kepada orang lain. Namun ketika kita berkontak dengan pribadi-Nya yang bersyukur, yaitu Tuhan Yesus sendiri yang tinggal di dalam roh kita, kita secara praktis bersatu dengan-Nya. Kita berada di dalam Dia, bukan di dalam manusia lama kita yang suka mengeluh. Kita kemudian mengalami persona-Nya sebagai persona kita, dan kehidupan bersyukur-Nya menjadi kehidupan kita. Kita hidup dan bertindak dalam persona Kristus dalam roh kita dan menikmati hayat-Nya di dalam kita. Maka secara spontan doa kita dipenuhi dengan pujian dan ucapan syukur kepada-Nya atas segala sesuatu.
Jika Anda tinggal di Indonesia, Anda dapat memesan salinan gratis Perjanjian Baru dengan Catatan Kaki Versi Pemulihan di sini untuk membaca semua ayat yang disebutkan dalam postingan ini, bersama komentar-komentarnya yang mencelikkan mata.
Post Views: 173