Alkitab | 07 April 2023
Sejarah Alkitab, Bagian 3 – Penafsiran
        
Penafsiran: Membuka Makna Alkitab secara Penuh
Di tahap transmisi, embusan Allah, berasal dari realitasnya yang tidak berwujud, diterima dan dicatat sebagai teks tertulis, dapat dibaca, dan dapat dimengerti oleh umat manusia. Tahap selanjutnya, penerjemahan Alkitab, melibatkan proses membebaskan tulisan dari belenggu bahasa kunonya dan menyampaikannya ke dalam berbagai bahasa modern.

Penelitian untuk menerima dan membebaskan Alkitab adalah pemahaman akan makna yang dimaksudkan dari berbagai isi Alkitab. Tidaklah cukup untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa kita; bagi kita, untuk mendalami suatu teks, kita perlu penafsiran yang tepat jadi kita dapat memahami apa yang sedang kita baca.

Firman Allah adalah makanan kita (Mat. 4:4), namun agar firman merawat kita, kita perlu firman dibukakan kepada kita, membawakan makna yang tepat bagi pemahaman kita. Oleh karena itu, pemazmur bukan hanya gemar akan firman Tuhan (Mzm. 119:16), melainkan juga “bila tersingkap, firman-firman-Mu memberi terang, memberi pengertian kepada orang-orang bodoh” (ayat 130). Penafsiran rohani yang tepat membukakan firman, sehingga kita dapat memahami maknanya yang tepat.

Hermeneutika
Hermeneutika, studi mengenai prinsip-prinsip metodologi interpretasi, secara historis melibatkan perhatian yang akurat akan tata bahasa dan logika, begitu juga dengan konteks psikis dan sejarah dari Alkitab. Tujuan hermeneutika adalah untuk mengembangkan sebuah kunci penafsiran, sebuah prinsip yang mengatur yang berdiri secara terpisah dari bagian-bagian individual, untuk menyajikan pesan sentral Alkitab.

Sangat perlu untuk menafsirkan Alkitab yang dipandu oleh sebuah kunci hermeneutika, khususnya dalam menyampaikan bagian yang sulit, mengatasi perbedaan yang tampak, dan mengumpulkan pesan sentral Alkitab yang dikembangkan dari berbagai bagian. Sepanjang sejarah, para penafsir Alkitab telah mengembangkan berbagai kunci hermeneutika, menjamah berbagai aspek hubungan dan aktivitas Allah yang berhubungan dengan manusia.

Hermeneutika yang tertinggi dan terbaik pada akhirnya seharusnya mewahyukan bukan hanya apa yang Allah lakukan, melainkan juga siapa Allah berdasarkan pribadi-Nya secara intrinsik.

Berbagai Alat Penafsiran
Sebuah kekurangan utama dari teks tulisan adalah ketidakmampuannya untuk menyampaikan nada atau perasaan dialog sepenuh dan sejelas yang seorang pembicara dapat lakukan. Untuk itulah, dalam Perjanjian Lama ketika Alkitab dibacakan dengan lantang, pembacaan itu disertai dengan “penafsiran dan penyampaian arti Alkitab” sehingga “pembacaan dimengerti” (Neh. 8:8).

Penerjemahan tertulis dengan sendirinya berada dalam sebuah pengertian yang secara mendasar juga adalah bentuk penafsiran; tetapi, dengan ini saja, kita seolah-olah diberikan sebuah tulisan diskusi tanpa sebuah perasaan, makna tata bahasa, kecepatan, volume suara, bahkan bahasa tubuh dan gerakan yang jelas dari nada pembicara. Berbagai studi komunikasi mengatakan 90 persen penangkapan dan pemahaman adalah dari unsur paraverbal dan nonverbal suatu pembicaraan.1   Oleh karena itu, kita dapat mulai memahami keperluan bukan hanya akan sebuah penerjemahan yang akurat tetapi juga sebuah penafsiran tepat yang menyertainya untuk secara penuh menyampaikan pengertian suatu bagian tulisan Alkitab.

Studi hermeneutika Alkitab bukanlah sebuah proses penafsiran sepintas, tetapi pendirian “peraturan yang solid dan rumit untuk menemukan dan mengungkapkan pengertian yang benar dari para penulis yang telah menerima dorongan [Roh Kudus].”2   Selagi kita melihat bahwa meresmikan dan menetapkan standar sebuah dasar bagi penafsiran tidak dapat menghapuskan perbedaan di antara banyak penafsir, hal-hal tersebut dapat mengungkap bagian penafsiran yang tidak logis, tidak relevan, dan malahan yang tidak tepat. Sebuah rangkaian pemikiran secara eksternal untuk menilai bagian Alkitab dalam sebuah karya serumit dan sekaya Alkitab, yang memuat karya tulis lebih dari 40 penulis dalam berbagai jenis literatur, menarik sebuah garis sentral dalam Alkitab sebagai sebuah konteks untuk mengumpulkan makna firman Allah.

Tujuan hermeneutika adalah untuk menangkap perasaan yang tulus dan penuh dari tiap bagian Alkitab. Studi hermeneutika mencakup hal-hal berikut:

  1. Bahasa teks—membuat pengandaian pengenalan bahasa asli Alkitab dan memeriksa tata bahasa dan logikanya;
  2. Konteks tulisan—hubungan sebuah bagian tertentu dengan ayat-ayat seputarnya dan konteks keseluruhan kitab tersebut;
  3. Psikologi penulis dan konteks sejarah; dan
  4. Butir-butir kebenaran yang dibicarakan bagian tertentu, contohnya, pembenaran, pengudusan, keselamatan, dan seterusnya, menurut makna dan perkembangannya yang penuh sepanjang Alkitab.

Kemudian, berdasarkan unsur teks, hermeneutika akan cenderung menjabarkan sebuah bagian bersama dengan berbagai maknanya: (1) literal, (2) moral, (3) majas, atau (4) perumpamaan (nubuatan).

Parallelisme, menafsirkan Alkitab dengan menjadikannya sarana kesatuan kitab, juga adalah prinsip hermeneutika lain yang berlaku.

Semua pendekatan untuk penerjemahan ini menjelaskan bahwa ada sebuah pandangan yang menopang teks Alkitab, yang berdiri terpisah dari berbagai bagian individual Alkitab, dan menyatukan pesan Alkitab. Inti dari berbagai prinsip ini yang diterapkan dalam pembacaan firman menyajikan kunci hermeneutika yang dengannya seseorang menafsirkan dan memahami Alkitab.

Kemajuan Penafsiran dalam Sejarah
Melalui 2000 tahun sejarah gereja, kita dapat melihat berbagai penafsiran yang membimbing pengenalan dan pengajaran berbagai guru Alkitab terpandang. Beberapa kunci penafsiran telah memajukan pemahaman kita akan Alkitab:

  • Hukum Taurat dan Injil: Martin Luther, lama disebut sebagai “bapak Reformasi,” mengaplikasikan pembedaan antara hukum Taurat dengan Injil sebagai prinsip pengatur dalam pengenalan dan pengajarannya akan seluruh Alkitab. Pada faktanya, Luther meringkas seluruh Perjanjian Lama sebagai hukum Taurat, mewakili permintaan Allah atas manusia dan mengungkapkan ketidakmampuan manusia untuk memenuhi permintaan-permintaan ini, dan Perjanjian Baru sebagai Injil, adalah sebuah kitab yang penuh dengan kabar gembira akan janji-janji Allah melalui Kristus, yang secara khusus adalah untuk membenarkan manusia oleh iman. Luther dengan jelas menyampaikan “tidak ada kitab dalam Alkitab yang tidak termasuk keduanya. Allah selalu menempatkan kedua sisi; hukum Taurat dan janji-Nya.”3   Luther mendorong yang lain untuk membaca Alkitab berdasarkan prinsip ini: “Oleh karena itu, peganglah pembedaan ini, dan tidak peduli kitab apa pun di depan Anda, apakah itu Perjanjian Lama atau Baru, bacalah dengan pembedaan [hukum Taurat dan Injil].”4
  • Perjanjian: Teologi Reformasi, yang berdasar pada pengajaran Calvin, menafsirkan Alkitab berdasarkan dua perjanjian—perjanjian akan jerih lelah pekerjaan dan perjanjian anugerah, yang mendatangkan sebuah pandangan ekstrem akan penentuan Allah. Walaupun ada beberapa bagian yang kelihatannya mendukung teologi perjanjian Calvin, penafsiran khusus ini memerlukan penyeimbangan yang tepat dan pemahaman akan kekayaan kebenaran.
  • Pengudusan: penafsiran Alkitab John Wesley memperkenalkan pengajaran penyingkiran dosa melalui pengudusan yang sesaat dan bertahap. Oleh karena itu, manusia dibenarkan baik oleh iman dan dikuduskan juga oleh iman.
  • Pengaturan sezaman: John Nelson Darby, seorang pemimpin Kaum Saudara Plymouth, secara besar-besaran memajukan pemahaman pengaturan sezaman yang di dalamnya Allah berhubungan dengan manusia dalam berbagai cara menurut tujuan-Nya dalam zaman khusus tersebut. Kaum Saudara tahu mereka harus “berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu” (2 Tim. 2:15) membelah Alkitab kepada berbagai zaman: zaman tanpa dosa, zaman hati nurani, zaman pemerintahan manusia, zaman janji, zaman hukum Taurat, zaman anugerah, dan zaman kerajaan

Semua kunci penafsiran ini memiliki dasar Alkitab, dan di hampir semua bagiannya, memajukan pengenalan kita akan Alkitab. Kehadiran berbagai arahan penafsiran yang tepat secara bersamaan—juga penafsiran yang bertentangan lainnya—memberi tahu bahwa dasar sebuah penafsiran akan Alkitab dan kesehatannya secara logis tidaklah cukup dalam menyampaikan sebuah kunci hermeneutika yang sepenuhnya memuaskan. Sebuah penafsiran Alkitab, selagi secara umum diaplikasikan kepada seluruh teks, mungkin benar 100 persen, tapi cakupannya mungkin hanyalah 10 persen dari seluruh pewahyuan Alkitab.

Misalnya, beberapa penafsiran Alkitab mungkin melihat Allah sebagai Allah yang adil-benar, sebagai Sang Pencipta, atau sebagai Bapa yang surgawi, tetapi tidak menyajikan penjelasan Allah yang adalah Tritunggal.5

Inilah yang mendorong kami untuk mencari kunci penafsiran akhir Alkitab, yang bukan hanya tidak melanggar berbagai kunci penafsiran sehat yang lainnya, melainkan juga yang sepenuhnya didukung oleh teks Alkitab dan mencakup seluruh pewahyuan Alkitab.

Kunci Utama
Lalu, apakah kunci utama, kunci penafsiran ultima untuk membuka makna keseluruhan dalam seluruh Alkitab?

Seperti yang disebutkan sebelumnya, hermeneutika yang tertinggi dan terbaik bukan hanya harus mewahyukan apa yang Allah kerjakan, tetapi juga siapa Allah menurut persona intrinsik-Nya. Alkitab mewahyukan bahwa Allah dalam persona intrinsik-Nya adalah Allah Tritunggal—Bapa, Putra, dan Roh.

Dari Kejadian sampai Wahyu, kunci utama untuk membuka makna Alkitab adalah ekonomi ilahi Allah Tritunggal.

Secara sederhana dapat dikatakan, ekonomi Allah adalah rencana dan jalan Allah untuk menyalurkan diri-Nya ke dalam umat manusia untuk mendapatkan ekspresi-Nya.

Kata “ekonomi Allah” berasal dari 1 Timotius 1:4. Kata “ekonomi” diterjemahkan dari Bahasa Yunani asli oikonomia, yang berarti pengaturan atau administrasi, terutama berhubungan dengan rumah tangga. Allah memiliki ekonomi-Nya, pengaturan-Nya, dan ekonomi ini mencakup segala sesuatu yang Allah lakukan dan apa adanya Dia.

Pembicaraan Allah telah melalui perjalanan transmisi dan penerjemahan yang menakjubkan. Tidak hanya demikian, melalui langkah penafsiran, terutama melalui ditemukannya kunci utama Alkitab, umat manusia dapat memahami makna Alkitab.

Ekonomi Allah adalah kunci utama ini, membukakan pemahaman kita, membuat kita melihat pewahyuan sentral seluruh Alkitab. Kita dapat melihat dalam keseluruhan Alkitab bahwa Allah Tritunggal—Bapa, Putra, dan Roh—menyalurkan diri-Nya ke dalam manusia. Melalui penyaluran ini, Allah mendapatkan tujuan-Nya untuk memiliki sebuah ekspresi diri-Nya melalui manusia hingga kekekalan.

Semua ayat dikutip dari Perjanjian Baru dengan Catatan Kaki Versi Pemulihan. Anda dapat memesan Alkitab Perjanjian Baru dengan Catatan Kaki Versi Pemulihan di sini.